PPSTK (Pusat Premulihan Stres dan Trauma Keliling) disematkan pada kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang terkena musibah/ bencana gempa sejak bulan Mei 2006.
Ceritanya begini...
Sabtu (27/5/2006) pagi sekitar pk 05.55 WIB terjadi gempa bumi di Yogyakarta dengan episentrum di Samudera Hindia dengan kedalaman 33km dan berjarak 38km dari Propinsi DIY. Gempa ini diperkirakan berkekuatan 5,9 skala Richter (versi BMG/Badan Meteorologi dan Geofisika) hingga 6,2 skala Richter (versi WWSN/ World Wide Seismic Network – yang berkedudukan di Amerika Serikat). Getaran gempa ini juga dirasakan hingga kota Semarang, Kudus (arah utara Yogyakarta), Surabaya dan Bali (arah timur Yogyakarta). Sesaat setelah terjadi gempa, saya belum sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi menyangkut guncangan yang dirasakan di Semarang.
Ceritanya begini...
Sabtu (27/5/2006) pagi sekitar pk 05.55 WIB terjadi gempa bumi di Yogyakarta dengan episentrum di Samudera Hindia dengan kedalaman 33km dan berjarak 38km dari Propinsi DIY. Gempa ini diperkirakan berkekuatan 5,9 skala Richter (versi BMG/Badan Meteorologi dan Geofisika) hingga 6,2 skala Richter (versi WWSN/ World Wide Seismic Network – yang berkedudukan di Amerika Serikat). Getaran gempa ini juga dirasakan hingga kota Semarang, Kudus (arah utara Yogyakarta), Surabaya dan Bali (arah timur Yogyakarta). Sesaat setelah terjadi gempa, saya belum sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi menyangkut guncangan yang dirasakan di Semarang.
Tak lama kemudian Kikiq/dr.Stephanus
Hardiyanto (Yogya) mengirimkan berita via SMS bahwa telah terjadi gempa dahsyat
di Yogya. Kecemasan dan tanda tanya sempat menyelimuti pikiran ketika kontak
komunikasi dari/ke Yogya terputus. Beruntung SMS masih bisa dilakukan sehingga
kami mendapatkan khabar bahwa mas Agung, mbak Wayan dkk dalam keadaan baik-baik
saja. Saat itu berita mengenai jumlah korban gempa terus bertambah dari puluhan
hingga merambat ke angka ribuan.
Hari itu juga mbak Wayan-mas
Agung-pak Djoko melakukan koordinasi mengenai langkah-langkah apa yang harus
segera diambil terlebih setelah mendapatkan pesan Guruji lewat SMS ke mbak
Wayan yang bunyinya:
“Bagaimana keadaan airport Yogya Wayan?
Apakah sdh operasional? Berikan semangat kepada mereka, latihan dasar Pernapasan
Perut dan Emotion Cculturing versi BTBS (Berkerja Tanpa Beban Stres)/MTDS
(Mengajar Tanpa Dihajar Stres), biar Djoko (dr. Djoko – AKC Semarang) yang
berikan, dia dokter dan pasti bisa diterima. Selain itu bantuan apa saja yang
bisa dikumpulkan, silahkan…NIM/AKC/FKJ JOGLOSEMAR MAJU BERSAMA. PAKAI T-SHIRT
KAU.
Bila kita tidak bersatu karena cita2 keberadaan akan mendatangkan penderitaan untuk mempersatukan kita. SEBAB ITU, selain bantuan materiil, kita harus menawarkan solusi yang lebih konkrit – BERSATU DLM CITA2 KITA MENUJU KESEJAHTERAAN DAN KEADILAN BAGI SEMUA DALAM INDONESIA BARU. T-shirt yang kita pakai akan BICARA BANYAK HAL TTG HAL ITU. TOLONG JELASKAN KEPADA TEMAN2 JOGLOSEMAR JIKA PERLU FORWARD SMS INI. Jangan lupa mengulangi mantra kita INDONESIA JAYA sesering mungkin. Selamat berkarya. Love and Blessing.”
Bila kita tidak bersatu karena cita2 keberadaan akan mendatangkan penderitaan untuk mempersatukan kita. SEBAB ITU, selain bantuan materiil, kita harus menawarkan solusi yang lebih konkrit – BERSATU DLM CITA2 KITA MENUJU KESEJAHTERAAN DAN KEADILAN BAGI SEMUA DALAM INDONESIA BARU. T-shirt yang kita pakai akan BICARA BANYAK HAL TTG HAL ITU. TOLONG JELASKAN KEPADA TEMAN2 JOGLOSEMAR JIKA PERLU FORWARD SMS INI. Jangan lupa mengulangi mantra kita INDONESIA JAYA sesering mungkin. Selamat berkarya. Love and Blessing.”
Kemudian diputuskan untuk berkumpul
esok hari di Yogyakarta untuk kemudian bertolak ke Bantul sekitar 45 menit dari
kota Yogyakarta yang merupakan daerah terparah dengan jumlah korban terbesar
dalam kejadian ini.
Minggu (28/5/2006) pk 9 pagi sekitar 26
orang teman-teman dari AKC (Anand Krishna Centre) – FKJ (Forum Kebangkitan
Jiwa) – NIM (National Integration Movement) area Joglosemar
(Jogja-Solo-Semarang) berkumpul dengan mengenakan kaos KAU berwarna putih.
Setelah sejenak koordinasi dibawah pimpinan mbak Wayan, tanpa membuang waktu
rombongan segera berangkat ke Kabupaten Bantul tepatnya ke PMI setempat untuk
mendapatkan informasi lebih lanjut dan berkoordinasi dengan petugas setempat.
Dari tempat ini kami mendapatkan informasi bahwa terdapat lokasi yang belum
tersentuh bantuan dan suka relawan, yaitu kelurahan Seloharjo Kecamatan
Pundong.
Selama perjalanan dari kota
Yogyakarta hingga desa yang dituju, pemandangan yang terlihat adalah
kehancuran…Bangunan-bangunan sepanjang kanan-kiri jalan sudah tidak utuh bahkan
banyak yang hancur total. Jalan dan jembatan juga banyak rusak, retak dan
bahkan amblas. Para warga nampak bergerombol di sisi-sisi jalan dan banyak yang
berlindung di tenda sekedarnya. Banyak pula orang-orang berdiri di tengah jalan
menengadahkan kotak sumbangan pada para pengendara kendaraan yang melintas.
Keadaan masih terasa mencekam…
Setelah tiba di desa tujuan, mbak
Wayan-mas Agung-pak Djoko kemudian berkoordinasi dengan perangkat desa untuk
memperoleh keterangan mengenai hal-hal yang bisa dilakukan. Dari kantor desa
setempat kami kemudian menuju Dukuh Suko dimana sudah menunggu sekitar 60 warga
yang berteduh dibawah tenda darurat. Warga menyambut antusias, mengingat
bantuan belum mencapai tempat ini. Dr.Djoko dan beberapa teman lain kemudian
mengalami kesibukan yang luar biasa untuk melakukan pendataan, perawatan dan
pemberian obat. Sementara mbak Wayan, mas Agung dan teman-teman lainnya
memberikan latihan pernafasan perut dan Reiki. Warga juga dibagikan kebutuhan
logistik seperti air mineral dan biskuit. Yang cukup menegangkan adalah kami
beberapa kali merasakan gempa yang getarannya cukup kuat di tempat ini. Tak
terasa hari beranjak siang ketika rombongan bergerak menuju RT 01 masih di desa
yang sama.
Ada sebuah kisah menarik, pada
Minggu Malam, secara kebetulan dr. Djoko sempat didaulat memfasilitatori dzikir
di RT 2 Dusun Soka, untuk mendoakan arwah 3 warga yang meninggal akibat gempa.
Biasanya jika bedzikir dengan suara keras dan saling balap-balapan, namun kali
ini dr. Djoko mengajak 50-an warga, tua-muda, besar-kecil, laki-perempuan, dst
yang bernaung di bawah tenda seng, sekedar untuk berteduh dari hujan yang kerap
mengguyur itu…untuk berzikir qolbu, menyebut nama-Nya dalam hati saja, kita tak
perlu berteriak-teriak sebab Gusti Mboten Sare (Tuhan tidak tidur).
Sebelumnya beliau menjelaskan
latihan nafas perut terlebih dahulu dengan cara yang jenaka , “Kethek iku ora
tau anteng, selalu petakilan mergane nafase cepat lan mboten teratur. Lha nek
menungsa nafase saget alon lan berirama, supaya kito saget luwih tentrem lan
ayem atinipun, ora koyo kethek!”. Warga tertawa terbahak-bahak
mendengarnya, banyak yang merasa tersentuh dan terbantu dengan latihan
sederhana ini, warga desa tersebut begitu reseptif dan antusias sekali.
Uraian singkat atas pengalaman di
atas yang melatarbelakangi lahirnya Pusat Pemulihan Stres dan Trauma Keliling,
tentu diinspiratori oleh Bapak Anand Krishna. Ada 3 poros penting, pertama
mengatasi stress dan trauma paska bencana, kedua mendorong kemandirian
masing-masing warga untuk memberdaya diri dan ketiga menyuarakan semangat
integrasi menuju Indonesia Jaya!
Di tempat ini warga juga menyambut
antusias mengingat mereka juga belum tersentuh bantuan paramedis dan logistik.
Bahkan dari keterangan mbak Wayan, lurah setempat sempat menyatakan bahwa
beliau senang dan merasakan manfaat dari perawatan yang diberikan. Yang
mengesankan adalah ketika dibawah komando Nunung semua orang termasuk penduduk
bernyanyi bersama dan bertepuk tangan:
Mari berdansa berdendang sukaria
Menari dan tertawa riang
Satu rasa…satu jiwa…satu bangsa…INDONESIA…
Menari dan tertawa riang
Satu rasa…satu jiwa…satu bangsa…INDONESIA…
terlebih ketika semua orang
bersemangat mengucapkan mantra INDONESIA
JAYA!
Semangat terus menyala ketika mbak
Wayan menceritakan pada teman-teman ttg SMS yang diterimanya dari mbak Tjipta
(Kediri):
“Sampurasun mbak Wayan, boleh tahu
no rek mbak di bca? krn saya tak bisa partisipasi ke Bantul, saya cuma bisa
transfer, itupun tak seberapa, thanks. Tjipta”
Sebuah pesan yang menyentuh…sarat
dengan semangat persaudaraan, semangat persatuan, semangat pengorbanan yang
lintas wilayah – lintas etnis – lintas agama -lintas “iman” dan entah lintas
apalagi…
INDONESIA JAYA!
Saya (Ni Wayan) ingin sedikit
sharing, selasa pagi yang lalu saya mengirimkan laporan jalannya pelayanan
korban bencana Gempa Bumi di Bantul tgl 29 Mei 2006 pada Bapak Anand Krishna.
Dalam replynya salah satunya beliau mengingatkan agar bantuan kita harus cerdas
dan jangan membuat korban bencana menjadi malas. Kemudian Bapak
merekomendasikan dan menggagas berdirinya “Pusat Pemulihan Stres dan Trauma
Keliling” yang akan digerakan oleh NIM dan Anand Krishnaa Center. Lewat wadah
ini, pelayanan pada korban Bencana di DIY dan Jateng akan terus berlanjut
secara berkala. Sementara waktu akan diberikan setiap hari minggu di dua desa
dalam dua sesi yang berbeda(pagi, 09.00-11.30 di desa 1; sore, 13.30-16.00 di
desa2) mulai pada tanggal 4 Juni 2006, selama dibutuhkan oleh para korban. Ada
permintaan dari masyarakat agar pelaksanaan pelayanan ini di tingkatkan
frekuensinya, untuk mewujudkan kesinambungan dan juga tambahan frekuensi layanan
kita memerlukan resources, mohon dukungannya teman-teman.
Adapun pelayanan yang diberikan pada PPSTK Anand Ashram adalah:
- Pemeriksaan & Pengobatan Gratis,
- Terapi Ceria untuk Anak-anak,
- Trauma Healing / Trauma Release untuk Remaja dan Dewasa,
- Terapi Relaksasi.
Demikian sekilas tentang awal sejarah berdirinya PPSTK Anand Ashram, yang awalnya belum mempunyai nama - hanya datang membantu dengan menggunakan atribut kaus KAU untuk menunjukkan ke-Indonesia-an dan ke-Bhinneka Ika-an tim ini dengan memmbantu sesama saudaranya yang sedang menderita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar